EMPAT eksekutif Airbus itu duduk melingkari meja ruang rapat
Citilink di kawasan Jalan S. Parman, Jakarta Barat, pada Selasa siang, 28 Januari 2014. Mereka membicarakan puluhan pesawat yang dipesan maskapai penerbangan murah yang didirikan PT Garuda Indonesia itu.
“Ini mau bicarain pengiriman pesawat yang sudah kami pesan beberapa waktu lalu,” kata Presiden Direktur Citilink Arif Wibowo mengomentari pertemuan itu. Saat ini Citilink mengoperasikan 25 Airbus A320 dan sudah memesan 40 pesawat lain.
Arif mengungkapkan, penambahan pesawat ini dilakukan karena mereka akan memperluas jalur penerbangan ke sejumlah kota di luar negeri. Jadwal pertama mereka adalah menerbangi rute Denpasar-Perth. Kota di Australia itu akan mulai direngkuh pada Maret atau April nanti lewat satu penerbangan per hari. “Tapi ke depannya minimal kami akan menyelenggarakan penerbangan sehari 3 kali, Denpasar Perth,” ucapnya.
Citilink bukan satu-satunya
maskapai penerbangan murah Indonesia yang mulai bermain di luar negeri. Maskapai lain, seperti Sriwijaya Air, juga mulai menjangkau Cina lewat penerbangan dari Denpasar. Sedangkan
Lion Air malah mendirikan anak perusahaan di Malaysia dan Thailand.
Mandala dan AirAsia Indonesia memang memiliki induk di luar negeri, yakni Tiger Air dari Singapura dan AirAsia dari Malaysia, sehingga secara alami mereka memiliki sejumlah rute internasional.
Lewat grup seperti ini, mereka bisa bekerja sama seperti yang dilakukan Mandala, misalnya. Mereka memanfaatkan jaringan grup Tiger Air, sehingga penumpang dari Jakarta di Manila tidak perlu membeli dua tiket. Penumpang cukup membeli satu tiket meski nantinya transit di Singapura dan pindah pesawat dari Filipina, Cebu Pacific Air. Adapun Sriwijaya mulai menerbangi Cina sejak 22 Januari silam, yakni dari Denpasar ke tiga kota di Tiongkok: Hangzhou,
Ningbo, dan Nanjing. “Penerbangan ke Cina ini menggunakan pesawat Boeing 737-800 Next Generation,” kata Senior Manager Corporate Secretary Sriwijaya Air, Agus Sudjono.
Sriwijaya masuk pasar ini dengan alasan jelas: tidak ada penerbangan langsung Denpasar ke Cina setelah Batavia Air tutup. Karena peluang ada, Sriwijaya memasang target rute ini sebagai tonggak awal membuka bisnis di jarak menengah, tidak hanya penerbangan domestik. “Ke depannya, penerbangan ke kota lain di Cina bisa dilakukan,” kata Agus.
Maskapai yang memposisikan diri sebagai maskapai medium antara full service dan penerbangan murah sudah mengincar belasan kota lain di negara berpenduduk terbesar dunia itu, mulai Beijing, Wuhan, sampai Shenzhen. “Tapi baru tiga yang mendapat izin,” ucapnya. Rute ke Cina ini menambah daftar kota tujuan di luar negeri, setelah mereka juga menerbangi Dili di Timor Leste dan Penang di Malaysia.
Bermain di pasar tanpa pesaing ini tentu relatif lebih enteng daripada yang dilakukan Citilink, yang masuk rute Perth-Denpasar dengan banyak pemain di dalamnya. Di jalur itu, pasar penerbangan murah sudah bercokol Virgin Air, Jetstar, dan AirAsia dengan jumlah penerbangan total 8-10 per hari. “Tahun ini Tiger Air juga akan masuk,” kata Arif. Dengan persaingan keras, Citilink berharap bisa meraup 10 persen pasar ini.
Persaingan penerbangan murah Perth-Denpasar berat, menurut Arif, karena banyak warga Australia kelas ekonomi C dan D menengah ke bawah untuk ukuran negara itu yang gemar piknik ke Bali. “Kelas ini akan mencari penerbangan yang lebih murah,” katanya.
Pasar lain yang diincar Citilink adalah orang Indonesia yang tinggal di Australia. Meski tidak semua orang ini pulang ke Bali, Citilink memiliki penerbangan cukup lengkap dari Denpasar ke kota-kota lain di Indonesia. “Denpasar itu hub (pusat rute) kami,” katanya
Beda Nasib
MESKI sama-sama maskapai penerbangan milik pemerintah, PT Merpati Nusantara Airlines dan PT Garuda Indonesia berbeda nasib. Garuda terus terbang tinggi, terus menambah pesawat, dan mendapat sejumlah penghargaan, bahkan sekarang sudah menjual saham di bursa. Sedangkan Merpati dibelit utang dan sejumlah masalah yang belum jelas akan selesai atau malah bakal ditutup.
UTANG
Persoalan paling pelik Merpati adalah utang Rp 6,48 triliun. Nyaris separuhnya, Rp 2,97 triliun, merupakan pembayaran pembelian pesawat buatan Cina, MA-60. Jumlah hampir sama, Rp 2,5 triliun, adalah utang kepada rekan-rekan perusahaan pemerintah lain, seperti untuk pembelian bahan bakar ke Pertamina.
KONFLIK INTERNAL
Persoalan di Merpati bukan hanya masalah utang. Di dalamnya, organisasi yang mestinya semuanya kompak, menyatukan langkah, malah ada konflik internal. Forum Pegawai Merpati sudah meminta agar direktur yang sekarang diganti. Sebelumnya, mereka pernah dikabarkan menyegel kantor direktur utama yang lama.
SALAH URUS
Merpati juga mendapat masalah karena dipandang salah taktik dan strategi dalam berbisnis. Misalnya saja, mereka pernah memiliki rute Jakarta-Bandung, dua kota yang hanya dipisah perjalanan 2 atau 3 jam perjalanan mobil. Rute ini nyaris tanpa penumpang tapi dipelihara juga.
Belum ada tanggapan untuk "Citilink maskapai penerbangan murah Indonesia"
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini. No Sara, No Racism