Dalam teori probabilitas dan statistika, teorema Bayes adalah sebuah teorema dengan dua penafsiran berbeda. Dalam penafsiran Bayes, teorema ini menyatakan seberapa jauh derajat kepercayaan subjektif harus berubah secara rasional ketika ada petunjuk baru. Dalam penafsiran frekuentis teorema ini menjelaskan representasi invers probabilitas dua kejadian. Teorema ini merupakan dasar dari statistika Bayes dan memiliki penerapan dalam sains, rekayasa, ilmu ekonomi (terutama ilmu ekonomi mikro), teori permainan, kedokteran dan hukum. Penerapan teorema Bayes untuk memperbarui kepercayaan dinamakan inferens Bayes. (sumber:wikipedia)
Hanya 24 jam setelah perayaan pernikahan bertema Bali yang sangat meriah, pasangan Carlos Eduardo de Melo dan Bianca Cotta langsung terbang ke Paris untuk berbulan madu. “Pestanya sangat cantik,” kata Cris Castelo, sahabat pasangan Carlos-Bianca, saat itu. Keduanya sudah membayangkan masa depan gemilang di depan mata. Bianca, putri profesor teknik kondang di Brasil, belum lama lulus dari sekolah kedokteran. Dia menjadi salah satu lulusan terbaik di angkatannya. Carlos, 33 tahun, seorang pengacara dengan karier sangat menjanjikan.
Dengan berbunga-bunga, pengantin baru itu masuk kabin pesawat Air France 447 yang lapang. Malam itu, pukul 19.30, pada 31 Mei 2009, pesawat Airbus A-330-203 lepas landas dari Bandara Galeao Internasional, Rio de Janeiro, Brasil, menembus kegelapan. Ada 216 penumpang dan 12 awak di dalamnya. Jika sesuai dengan jadwal, pesawat AF-447 menyeberangi Samudra Atlantik, Carlos dan Bianca akan mendarat di Bandara Charles de Gaulle, Paris, pukul 10.03 waktu setempat. Tapi sejoli itu tak pernah sampai ke Paris. Sekitar 6 jam 45 menit setelah meninggalkan Rio de Janeiro, pesawat AF- 447 itu jatuh ke Samudra Atlantik.
Kopilot David Robert: Naik… naik… naik… naik….
Kopilot Pierre Cedric Bonin: Tapi aku sudah menahan tongkat kemudi dari tadi.
Kapten Marc Dubois: Tidak… tidak… tidak… jangan naik.
Kopilot David Robert: Turun kalau begitu... alihkan kendalinya kepadaku.
Kopilot David Robert: Sialan... kita akan jatuh. Ini tidak mungkin terjadi!
Kopilot Pierre Cedric Bonin: Apa yang terjadi?
Kapten Marc Dubois: 10 degrès d'assiette.... Tepat 1,4 detik setelah percakapan dalam kokpit pesawat AF-447 itu, tepat pukul 02.14.28 waktu Rio de Janeiro, pesawat Air France menghunjam lautan. Seluruh penumpang dan awaknya tewas seketika.
Sebelum pesawat jatuh ke Samudra Atlantik, pada pukul 02.02 Kapten Marc Dubois meninggalkan kokpit untuk tidur sejenak dan menyerahkan kendali pesawat kepada kopilot Pierre Cedric Bonin. Kursi sang kapten diisi oleh kopilot David Robert. Di antara mereka bertiga, Bonin, 32 tahun, memiliki pengalaman terbang paling sedikit. Saat itu pesawat mereka sedang melewati awan badai. Entah dengan pertimbangan apa Bonin menarik tongkat kemudi, membuat pesawat itu menanjak ke ketinggian. “Aku tak paham mengapa dia menarik kemudi,” Chris Nutter, seorang pilot, menganalisis tindakan Bonin. Beberapa detik kemudian, sinyal bahaya menjerit, stall. Peringatan itu biasanya muncul jika laju pesawat terlalu rendah, membuat daya angkat sayap turun dan, bila berlanjut, pesawat bisa jatuh. “Apa ini?” tanya Robert. “Kondisi sepertinya tidak bagus… indikasi kecepatan kurang bagus,” kata Bonin.
Kecepatan pesawat terus turun hingga jadi 93 knots, tak cukup memadai untuk pesawat besar seperti Airbus A-330. Robert segera menyadari kesalahan Bonin dan mencoba mengoreksinya. “Perhatikan kecepatanmu... turun,” kata Robert. Perlahan kecepatan pesawat naik kembali. Namun, tak disadari, Bonin terus menarik kemudi, membuat hidung pesawat terus terangkat. Sinyal bahaya kembali menjerit, stall. Saat Kapten Dubois masuk kokpit, pesawat itu tak tertolong lagi.
Sehari setelah pesawat AF-447 hilang, awak pesawat Angkatan Udara Brasil, Embraer R-99A, menemukan jejak tumpahan minyak sepanjang 5 kilometer di timur laut Pulau Fernando de Noronha. Empat hari kemudian, kapal Caboclo milik Angkatan Laut Brasil berhasil menemukan dua jenazah penumpang pesawat Air France. Dua pekan setelah kecelakaan itu, 50 jenazah korban ditemukan. Data terakhir yang dikirimkan lewat Aircraft Communications Addressing and Reporting System via satelit menunjukkan posisi terakhir pesawat itu berada pada koordinat 2,98°N Latitude/ 30,59° W Longitude. Biro Investigasi Kecelakaan Udara Prancis (BEA) memperkirakan pesawat itu tak akan terbang lebih dari 40 mil laut atau 74 kilometer. Tapi ternyata mencari kotak hitam, yang memuat data penerbangan (flight data recorder/FDR) dan rekaman suara kokpit (voice cockpit recorder/VCR), tak segampang yang disangka.
BEA mengirimkan kapal selam nuklir Emeraude dan dua kapal swasta, Fairmount Glacier serta Fairmount Expedition, untuk mencari kotak hitam itu. Tapi, sebulan menyisir wilayah itu, sonar kapal-kapal itu tak berhasil menangkap sinyal kotak hitam AF-447. Hingga setahun kemudian, pencarian kapal Anne Candies dan Seabed Worker, yang dilengkapi robot-robot penyelam, tetap gagal menemukan kotak hitam Air France. Tanpa data dalam kotak hitam, BEA sulit menyimpulkan apa yang terjadi dengan pesawat canggih itu hingga bisa berakhir di Samudra Atlantik.
BEA pun mengundang Metron, perusahaan konsultan matematika dan fisika dari Reston, Virginia. Metron menerbangkan tim dipimpin analis senior Colleen Keller ke Prancis untuk membantu BEA. “BEA sudah menjalankan tugas dengan hasil sangat baik. Mereka sudah memiliki beberapa teori soal bagaimana pesawat itu jatuh,” Colleen menuturkan pengalamannya pekan lalu.
Berbekal data-data yang BEA kumpulkan, Colleen, Lawrence Stone, dan timnya membuat model statistik untuk memperkirakan di mana titik jatuh pesawat AF-447. Mereka menggunakan teori probabilitas Bayesian model statistik karya Thomas Bayes dari Inggris. Model statistik Bayesian, menurut Colleen, sudah dipakai dalam pelbagai operasi pencarian pesawat dan kapal di laut. Menurut Colleen, teori probabilitas Bayes memungkinkan dia dan timnya menganalisis pelbagai skenario sekaligus, bahkan skenario yang berlawanan. Jika ada data baru, model ini juga gampang direvisi. Mereka memasukkan semua variabel kemungkinan penyebab kecelakaan, juga data-data historis terkait kecelakaan penerbangan.
Hasilnya, tim Metron berhasil mempersempit luas area pencarian. Berbekal peta analisis yang dibuat para matematikawan Metron, BEA berhasil menemukan
kotak hitam pesawat Air France 447 pada April 2011 atau hampir dua tahun setelah kejadian. “Sebuah keajaiban kecil kami berhasil menemukannya,” kata Colleen, lulusan master fisika terapan dari Universitas John Hopkins. Model probabilitas serupa, menurut Colleen, bisa dipakai untuk mencari
pesawat Malaysia Airlines MH-370. Semua data pantauan radar, komunikasi satelit, visual, kemungkinan penyebab kecelakaan, dan sebagainya bisa dipakai sebagai data awal. Data-data lain bisa disusulkan untuk melengkapinya. Namun, sekali lagi, model ini bukanlah bola ajaib. Menurut Colleen, tetap ada kemungkinan badan pesawat tak akan pernah ditemukan selamanya. “Di luar sana luas sekali,” kata Colleen. “Sekalipun nanti tim pencari berhasil menemukan pecahan badan pesawat, hal itu tak akan banyak membantu.” Sebab, sudah ke lewat lama pesawat itu hilang.
Belum ada tanggapan untuk "Teorema Bayes dapat memperkirakan di mana titik jatuh pesawat "
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini. No Sara, No Racism