Bandar Udara Soekarno-Hatta, yang dibangun pada 1982, dalam beberapa tahun terakhir sudah tak memadai lagi. Dari kapasitas 22 juta penumpang yang dilayani saat bandara diresmikan, kini jumlah penumpang yang memanfaatkan bandara tersebut mencapai 65-67 juta orang. Tak cuma terasa sesak, arus lalu lintas penerbangan pun terganggu dan memicu biaya tinggi bagi maskapai. Proses perluasan tak kunjung tuntas. Sebagai alternatif jangka pendek, pemerintah memutuskan mengalihkan sebagian penerbangan ke Pangkalan Udara TNI di Halim Perdanakusuma mulai 10 Januari 2014 lalu. Solusi darurat ini menghadapi sederet tantangan dan bakal menambah ekses kemacetan di sekitar kawasan Halim.
Bagaimana pemerintah menyiasati hal itu? Adakah alternatif lain dan kemungkinan pembangunan bandara baru di wilayah lain? Untuk menjawab hal itu, majalah detik mewawancarai Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono di kantornya, Kamis, 2 Januari 2014. Berikut ini petikannya.
Bagaimana persiapan pengalihan sebagian jadwal penerbangan komersial dari Cengkareng ke Halim?
Kami tengah mengkaji untuk beroperasi. Sekarang kami tengah menghitung kapasitas optimal dan kapasitas pendukungnya, seperti layout. Misalnya, masalah infrastruktur menuju ke Halim serta pembagian kapasitas dengan VIP dan tempat latihan TNI Angkatan Udara juga menjadi pertimbangan. Hingga saat ini sudah ada sembilan maskapai penerbangan lokal yang berminat beroperasi di Halim.
Seberapa signifikan penataan layout itu?
Sangat penting, mengingat Bandara Halim selama ini menjadi bandara pesawat carter. Namun,mulai 10 Januari nanti siap menjadi bandara domestik. Bandara ini dapat melayani 66 penerbangan kedatangan dan keberangkatan setiap hari. Dengan 150 penumpang tiap pesawat, diperkirakan total ada 9.000 orang yang datang dan pergi dari Halim. Sedangkan akses jalan yang tersedia hanya satu, yakni Jalan Halim Perdanakusuma, yang dapat diakses dari Jalan M.T. Haryono dan perempatan Cawang. Kalaupun mau pindah ke sana (Halim Perdanakusuma), harus siap dengan kondisi di sana sewaktuwaktu. Misalnya kalau ada pesawat VIP atau pesawat TNI AU mau latihan, (pesawat komersial) harus mengalah.
Bagaimana antisipasi ekses kemacetan lalu lintas di sekitar Halim?
Ya, penataan layout itu juga termasuk mengatasi problem kemacetan lalu lintas. Infrastruktur Bandara Halim itulah yang tengah kami pikirkan. Namun, yang pasti, pemerintah mendorong (penyediaan) fasilitas transportasi massal dari dan ke Bandara Halim. Hal itu akan membuat penumpang dan pengantar memiliki alternatif selain kendaraan pribadi dan taksi, yang kapasitasnya terbatas. Nantinya ada kereta dari Bandara Soekarno-Hatta ke Halim dan sebaliknya. Ada dua jenis kereta, yakni komuter dan ekspres. Ini untuk mengurangi kepadatan lalu lintas menuju Halim.
Pemanfaatan Halim untuk penerbangan komersial ini akan permanen atau ?
Begini, saat ini beban Bandara Soekarno-Hatta, katanya, sudah melampaui batas mengingat jumlah penumpang mencapai 60 juta per tahun, dan tahun lalu diperkirakan 65-67 juta penumpang. Padahal, kapasitas bandara hanya 22 juta penumpang per tahun. Sedangkan rencana perluasan Bandara Soekarno-Hatta 2013-2015 masih dalam proses. Nah, dengan kondisi seperti itu, perlu ada bandara alternatif untuk mengurangi beban, dan yang tersedia adalah Halim. Tapi bandara ini sejatinya adalah pangkalan TNI AU. Juga sebagai fasilitas penerbangan VIP, misalnya tamu negara atau pejabat tinggi negara kita, sehingga kita tidak bisa berharap mengalihkan lebih banyak penerbangan komersial ke sana. Selain itu, pemindahan penerbangan komersial ke bandara itu terbatas.
Maksudnya terbatas?
Ada beberapa kriteria, yakni penerbangan yang sifatnya jarak pendek ataupun point to point yang waktu tempuhnya tidak lebih dari satu jam dan jadwalnya sudah ada. Bukan jadwal baru atau rute baru.
Pemindahan ke Halim itu bisa mengurangi berapa persen kepadatan di Soekarno-Hatta?
Bisa berkurang 5 persen, sekitar 146-147 ribu orang per hari. Dengan satu landas pacu, bandara itu direncanakan dapat mengoperasikan 20 penerbangan per hari.
Tidak terlalu signifikan, ya....
Tapi itu bisa menjadi alternatif selama kita menunggu penyelesaian pembangunan dan pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, yang akan ditingkatkan kapasitasnya.
Untuk mengurangi kepadatan lalu lintas penerbangan di Soekarno-Hatta, tidak mengoptimalkan penerbangan malam hari?
Itu sudah dilakukan beberapa maskapai penerbangan, tapi masih terbatas untuk tujuan ke bandara yang juga siap dituju pada malam atau pagi hari. Kan tidak semua bandara standby nonstop.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, selain meningkatkan kapasitas Soekarno-Hatta, ada alternatif lain?
Pemerintah beberapa tahun lalu merencanakan pembangunan bandara baru di Karawang, Jawa Barat. Tahun ini proses tender investasi sudah dimulai untuk mendapatkan harga paling kompetitif dalam melayani penumpang, sekaligus mendapatkan kualitas pembangunan yang terbaik.
Ada kendala yang muncul sebelumnya?
Sebenarnya bukan kendala, tapi ini masalah revisi penataan tata ruang saja. Terlihat sepele, tapi sangat penting karena menyangkut perubahan tata ruang suatu wilayah. Di dalamnya ada alih fungsi. Karena itu, kami harus sangat berhati-hati.
Dari 233 bandara, berapa yang benar-benar baru?
Sekitar 10-12 bandara baru siap ditawarkan kepada investor. Nantinya investor dari dalam dan luar negeri akan bertindak sebagai operator dan pengelola bandara. Pemilihan 10 bandara ini dilakukan berdasarkan riset yang dilakukan pemerintah. Kami bersama Kementerian Keuangan sudah melakukan penjajakan market. Hasilnya luar biasa. Banyak sekali investor yang berminat terhadap bandara yang ditawarkan, seperti di Tanjung Karang, Labuan Bajo, dan Palu.
Berapa porsi kepemilikan saham investasi bagi investor asing?
Perlu saya tegaskan kembali bahwa mengundang investor ini bukan dalam hal kepemilikan, melainkan dalam pengelolaan melalui skema kerja sama pengelolaan. Kehadiran swasta asing itu sesuai dengan ketentuan boleh memiliki saham pengelolaan hingga 49 persen. Artinya bukan mayoritas. Skema ini untuk meningkatkan kualitas layanan.
Apa keuntungan lain yang diperoleh?
Tentu saja akan meringankan anggaran pemerintah, sehingga anggaran dapat dialihkan untuk bandara-bandara lain yang membutuhkan, seperti bandara perintis di daerah terpencil, sehingga dapat membuka aksesibilitas yang selama ini menjadi kendala di Tanah Air. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air, terutama di wilayah sepuluh bandara tersebut.
Kalau ternyata pengelolaan oleh swasta itu lebih buruk ketimbang oleh pemerintah?
Ya, tentu saja kami akan menetapkan persyaratan sebelum menyerahkan kepada pengelola swasta. Pemerintah mengharapkan pelayanan dengan kualitas yang lebih baik dari saat ini. Mulai kondisi bandara lebih baik dan nyaman hingga melakukan pengembangan.
Belum ada tanggapan untuk "Pemanfaatan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial "
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini. No Sara, No Racism