Pesawat Hercules 130 di desain untuk dapat bertahan terbang walaupun dengan satu mesin. Karena kalau tidak menabrak tiang antena seperti kejadian kecelakaan di Medan kemarin maka pesawat Hercules tersebut masih bisa naik. Kutipan dari majalah detik.
Atap aula Sekolah Bethany di Jalan Kapitan Purba Nomor 1, Medan, menganga lebar. Tumpukan besi menyesak ke dalam hingga menjebol langit-langit bangunan yang berada di tengah kompleks sekolah tersebut. Besi itu merupakan tower antena yang roboh setelah tersambar pesawat Hercules KC-130B pada Selasa, 30 Juni lalu.
Antena itu milik stasiun radio Joy FM, yang dikelola bersama Sekolah Bethany. Berkali-kali anggota TNI Angkatan Udara dari Pangkalan Udara Soewondo bertandang ke sekolah seusai kecelakaan. Awalnya mereka berbicara mengenai ganti rugi. “Mereka tanya-tanya pemilik antena. Katanya mau (memberikan) ganti rugi,” ujar juru bicara Sekolah Bethany sekaligus radio Joy FM, Harrys Naibaho.
|
Pesawat hercules |
Namun sikap ini berubah setelah Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna mengumbar hasil sementara penyelidikan jatuhnya pesawat Hercules pada Kamis, 2 Juli lalu. Agus menyebut antena itu sebagai penyebab Hercules celaka. Dua anggota TNI AU dari Pangkalan Udara Soewondo bertandang ke Bethany bukan lagi untuk menanyakan ganti rugi, melainkan untuk memeriksa izin antena. “Pilot harus menaikkan ketinggian dan mencari tempat mendarat. Namun pesawat miring ke kanan karena menabrak antena, pesawat sulit naik,” ucap Agus saat menggelar jumpa pers.
Kecelakaan pesawat ini memakan korban banyak. Inilah tragedi terbesar dalam kecelakaan Hercules milik Indonesia. Tercatat hingga Rabu, 1 Juli 2015, korban tewas mencapai 129 orang, terdiri atas 12 kru termasuk pilot, 110 penumpang, dan 7 warga yang kejatuhan pesawat.
Pesawat Hercules dengan nomor penerbangan A-1310 itu mengalami nasib nahas setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Soewondo. Pesawat itu baru terbang selama dua menit, namun salah satu dari empat mesin propelernya mati. Pilot pesawat, Kapten Sandy Permana, meminta izin untuk kembali ke pangkalan. Sayang, upaya return to the base ini sia-sia. Tiga mesin yang bekerja tidak mampu mengangkat pesawat terbang lebih tinggi. Pesawat yang diawaki 12 orang ini terus melaju rendah.
Komandan Pangkalan Udara Soewondo Kolonel (Penerbang) Surya Chandra Siahaan menduga pilot sudah mengantisipasi kondisi malfungsi salah satu mesin propeler. Langkah tersebut adalah tidak berbelok ke kanan jika mesin kanan yang mati. “Kalau engine kanan yang mati, jangan turning to the death engine. Itu filosofi orang terbang, kita akan berlawanan. Bisa (terbang) tapi dia akan pelan-pelan sekali, sudutnya akan menggelandang jauh,” ujarnya.
Alhasil, pesawat terus melaju rendah hingga sejauh 3.200 meter dari landas pacu. Pada jarak inilah badan pesawat menabrak antena radio milik Joy FM. Antena itu berupa rangkaian tiga tiang besi membentuk segitiga. Ukuran tiap besi sebesar jempol tangan dan menjulang setinggi sekitar 35 meter di atas bangunan berlantai tiga. Total ketinggian antena dan bangunan 42 meter.
Benturan ini menyebabkan pesawat kembali dalam kondisi tidak stabil. Bahkan salah satu bagian pesawat sampai terlepas, yakni panel baterai, dan jatuh ke kompleks warga. Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I Marsekal Muda TNI Agus Dwi Putranto menjelaskan Hercules itu seharusnya masih memiliki peluang besar untuk terus mengudara. Pesawat ini didesain untuk dapat bertahan terbang walau dengan satu mesin. Ia pun ikut menyalahkan antena tersebut. “Kebetulan ada antena yang tertabrak. Sangat mungkin juga, kalau tidak ada ini (antena), mungkin masih bisa naik,” tuturnya.
Walau tergolong lawas, kemampuan terbang Hercules KC-130B dengan nomor penerbangan A-1310 itu masih mumpuni. Pesawat tersebut tengah menjalani penerbangan rutin, yakni Penerbangan Angkutan Udara Militer 142. Angka ini menjelaskan penerbangan di bawah Panglima Komando Operasi I, pada minggu ke-4, dan hari ke-2. Penerbangan ini, kata Agus, dilakukan setiap bulan.
Rute penerbangan reguler bulanan ini cukup panjang. Pesawat menjalani rute dari Malang, Yogyakarta, Jakarta, Pekanbaru, Dumai, Medan, Ranai, dan Tanjungpinang. Dari Tanjungpinang, ia melintasi rute secara terbalik. Sayang, pada pemberangkatan dari Medan menuju Ranai, pesawat ini jatuh.
Kemampuan Kapten Sandy Permana memegang kendali pesawat sama meyakinkannya. Pilot di Skuadron 32 Malang ini merupakan siswa terbaik di Sekolah Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Ia juga terlibat dalam beberapa operasi penerbangan, seperti penerbangan Batalion 133/YS Padang ke Papua dan melakukan manuver memberi salam dari udara.
Kolonel Surya Chandra tidak mau tinggal diam dengan tragedi ini. Ia akan menyelidiki keabsahan antena milik radio Joy FM tersebut. Menurut dia, radius 3.200 meter dari landas pacu masih termasuk kawasan keamanan operasi penerbangan (KKOP).
Aturan International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam Anex 14 menentukan radius tertentu di sekitar bandara udara harus bebas dari rintangan penerbangan (obstacle). Bangunan di sekitar bandara juga tidak boleh terlalu tinggi. “Di situ jelas, suatu landasan berapa clearancenya, berapa clear yang ada ketinggian-ketinggian mengelilingi landasan,” dia menegaskan. Sikap TNI AU ini membuat pihak stasiun radio Joy FM geleng-geleng kepala. Harrys Naibaho menyebutkan antena radio milik perusahaannya berdiri sejak 2010. Saat itu Pangkalan Udara Soewondo masih bernama Bandar Udara Internasional Polonia.
Lalu lintas udara di Polonia sangat ramai karena dipakai oleh maskapai komersial. Namun selama itu, keberadaan antena radio Joy FM tidak menyulut masalah apa pun. Operasi Bandara Polonia dipindah ke Bandara Internasional Kualanamu pada 2013. “Pesawat tidak pernah melintas ke arah sini, baru kali ini saja ke sini. Biasanya sebelah sana. Lagi pula sudah lama kami bikin ini tower belum pernah dilarang, kenapa baru sekarang?” ujarnya mengeluh.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman pun menganggap pernyataan TNI AU yang menyebut KKOP sebagai salah satu biang kecelakaan Hercules mengada-ada. Menurut dia, radius KKOP sudah ditentukan ketika Bandara Polonia masih aktif. Karena itu, tidak ada alasan bagi TNI AU menyalahkan keberadaan antena stasiun radio Joy FM. Seharusnya TNI AU berfokus pada masalah mesin Hercules. Daya dorong pesawat itu melorot hingga tidak mampu mengangkat badan pesawat walau masih ada tiga propeler yang bekerja. Jika mesin dalam kondisi normal, posisi baling-baling memiliki sudut tertentu untuk menjadi pendorong.
Sebaliknya, jika mati, baling-baling akan berubah sudut agar tidak menjadi beban aerodinamika pesawat. “Kita menemukan ada foto dua head propeller yang posisinya feather (posisi baling-baling yang membantu aerodinamika pesawat sehingga bisa melaju lebih jauh tanpa mesin). Ini yang harus dicek,” katanya. Saksi di sekitar lokasi kecelakaan pesawat pun mendapati Hercules terbang tidak stabil hingga menabrak antena dan akhirnya jatuh. Salah satu warga yang tinggal 100 meter dari lokasi kecelakaan, Ayu Rahayu Tarigan, menyebutkan pesawat mulai berasap dan mulai oleng sebelum jatuh ke tanah.
Pemilik warung di depan Sekolah Bethany, Bertha Intina Brahmana, menyebutkan Hercules itu tidak menunjukkan hendak terbang menanjak ketika akan menabrak antena. Tabrakan itu membuat pesawat terus miring dan jatuh dalam kondisi terbalik. “Terbangnya sudah naik-turun, seperti mau mencari tempat aman untuk turun,” ujarnya.
|
Puing pesawat hercules |
Belum ada tanggapan untuk "Benarkah kecelakaan pesawat Hercules di Medan kemarin karena menabrak tiang antena radio?"
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini. No Sara, No Racism