Bekas
pesawat Batavia Air Boeing 737 seharga mobil AVANZA. Bangkai pesawat boeing 737 terlalu tua untuk dijual sehingga dijadikan besi tua. Beberapa pesawat Boeing seri 737-200 masih terlihat di area parkir dekat hanggar bekas maskapai Batavia Airlines. Sebagian masih utuh, tapi beberapa di antaranya sedang “
dimutilasi” sejumlah pekerja dengan mesin pemotong logam.
Sudah sekitar sepekan proses memotong-motong pesawat Batavia Air menjadi besi itu dilakukan. Otoritas bandara meminta pesawat yang mangkrak itu segera disingkirkan agar bisa digunakan pesawat lain yang masih aktif. “Kami ingin area bandara bersih dari pesawat mangkrak,” ujar Manajer Humas Angkasa Pura II Achmad Syahir.
Saat ini ada 10 pesawat bekas Batavia Airlines yang tidak terawat dan mangkrak sejak maskapai itu dinyatakan bangkrut dua setengah tahun silam. Delapan pesawat di antaranya sudah mendapat vonis untuk dipotong-potong. Langkah ini diambil karena pesawat sudah uzur, di atas 20 tahun, sehingga susah mendapatkan pembeli.
|
Pesawat Boeing 737-200 sejenis milik Lufthansa inilah yang sekarang jadi besi tua. Foto ini diambil pada 1981. |
Kurator Batavia Air, Turman Panggabean, menyebut jenis pesawat yang akan “dibesituakan” itu Boeing 737-200 dan seri 737- 300. Ini memang bisa dibilang pesawat tua. Boeing 737-200 itu terakhir diproduksi pada 1988 alias paling muda saja sudah 27 tahun usianya. Sedangkan Boeing 737-300 terakhir diproduksi 16 tahun silam.
Banderol harga bangkai pesawat ini Rp 200-300 juta per unit dan akan dilepas dalam bentuk potongan. Harga yang cuma setara dengan Toyota Avanza itu muncul karena kalau dijual utuh tidak laku dan mesinnya sudah dipereteli.
Sedangkan dua di antaranya, dengan mesin yang masih terpasang alias masih “hidup”, akan dilelang. Ia tidak bersedia menyebut merek dan jenisnya, hanya menyebut pesawat itu buatan 1996. “Untuk pesawat yang mash aktif itu sudah ada limit harganya sekitar Rp 20 miliar untuk keduanya,” kata Turman. Harga ini sangat murah dibanding pesawat baru. Boeing 737 terbaru, misalnya, harga termurah sekitar US$ 50 juta (sekitar Rp 650 miliar). Tapi maskapai sekarang lebih suka menyewa pesawat baru daripada membeli pesawat sepuh meski murah.
Apalagi, menurut pengamat penerbangan dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arista Atmadjati, pesawat bekas tersebut selama ini dibiarkan begitu saja tanpa perawatan, sehingga telah mengalami korosi atau kerusakan pada bahan logam.
Yang mau membeli pesawat itu juga harus rela merogoh koceknya minimal Rp 20 miliar untuk membiayai perbaikan korosi tersebut. Itu sebabnya, maskapai di Indonesia dan banyak negara lain lebih suka menyewa saja daripada membeli pesawat tua yang butuh biaya banyak untuk perbaikan. “Kalau dikalkulasi, ya mending menyewa pesawat baru,” ujar Arista.
Pasar untuk pesawat tua, menurut Arista, masih ada di negara-negara Afrika. Sedangkan negara-negara di luar benua itu tidak lagi mau membeli pesawat bekas karena masalah keamanan.
Pasar lain lagi, menurut dia, adalah sekolah penerbangan. Pesawat itu tidak diterbangkan, tapi dipakai untuk praktek para calon pramugari dan pramugara. Dia mencontohkan, salah satu sekolah penerbangan di Yogyakarta tempatnya mengajar pernah membeli pesawat Boeing 737-200 bekas untuk pelatihan pramugari dan pramugara. “Pesawat itu dibeli seharga Rp 1,5 miliar,” kata Arista. Delapan pesawat yang akan dijadikan besi tua itu dua di antaranya sedang dalam proses dipotong-potong. Pesawat lainnya masih dalam proses pengosongan tangki bahan bakar.
Proses ini penting karena, meski tidak dipakai, masih ada sisa-sisa bahan bakar pada badan pesawat. Jika bahan bakar tidak dikosongkan terlebih dulu, proses “mutilasi” pesawat bisa berbahaya. “Pesawat-pesawat itu sekarang ditempatkan di hanggar bekas Batavia,” kata Achmad Syahir.
Selain 10 pesawat bekas Batavia Airlines, masih ada 11 pesawat bekas milik beberapa maskapai yang juga mangkrak di bandara. Lima pesawat telah diklaim pemiliknya, sedangkan enam pesawat sisanya belum ada yang menyatakan sebagai pemilik.
Belum ada tanggapan untuk "Bekas pesawat Batavia Air jadi besi tua"
Post a Comment
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini. No Sara, No Racism